January 27, 2011

Pemerintah Bersikukuh Gubernur DIY Dipilih

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, pemerintah tetap pada pendirian bahwa kepala daerah DI Yogyakarta dipilih oleh DPRD, bukan ditetapkan secara langsung.

Penegasan itu disampaikan Gamawan pada rapat dengan Komisi II DPR RI tentang Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta di DPR RI, Jakarta, Rabu (26/1/2011).

Posisi Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam IX tetap seperti yang disarankan pemerintah, yaitu sebagai gubernur utama dann wakil gubernur utama yang menjalankan fungsi sebagai pelindung, pengayom, dan penjaga budaya, serta simbol pemersatu masyarakat Yogyakarta.

Meski demikian, Sultan dan Paku Alam tetap memiliki keistimewaan pada bidang kebudayaan, pertanahan, dan penataan ruang.

Di bidang kebudayaan, keduanya memiliki kewenangan penuh dalam mengatur dan mengurus pelestarian, serta pembaruan aset dan nilai-nilai budaya Jawa, khususnya Yogyakarta. Di bidang pertanahan, Sultan dan Paku Alam memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengurus kepemilikan, penguasaan, dan pengelolaan tanah.

Keduanya juga berwenang dalam memberikan arah umum kebijakan, pertimbangan, persetujuan, dan veto terhadap rancangan Peraturan Daerah Istimewa yang diajukan DPRD dan Gubernur dan atau perda istimewa yang berlaku.

Hal ini dikatakan Gamawan sejalan dengan prinsip otonomi daerah. "Sejak otonomi daerah digulirkan, kewenangan yang dimiliki daerah semakin besar dan kompleks. Dengan demikian, tugas-tugas gubernur akan menguras energi, pikiran, dan fisik yang prima. Sementara secara alamiah kemampuan manusia ada batasnya. Bila saatnya nanti Sultan dan Paku Alam berusia senja, adalah tidak pada tempatnya membebani beliau dengan tugas-tugas yang sangat berat. Atau bila Sultan bertakhta seorang yang berusia remaja, adalah tidak pada tempatnya pula diberi tugas berat yang mungkin belum mampu dipikulnya. Sementara di sisi lain rakyat Yogyakarta selalu penuh harap akan hadirnya pemimpin yang energik dan prima dalam mempercepat kesejahteraan dan kemajuan daerah," kata Gamawan.

Selain itu, ujar Gamawan, ditinjau dari aspek akuntabilitas dan transparansi penyelenggaraan pemerintahan, setiap kepala daerah dituntut mempertanggungjawabkan akibat hukum dari segala tindakan pemerintahan yang dilakukannya.

"Demikian luasnya ranah pemerintahan itu, setiap kepala daerah memiliki potensi salah dan alpa dalam menetapkan kebijakan, mengambil keputusan, dan tindakan sehingga berimplikasi hukum," katanya.

Gamawan melanjutkan, "Kita sama sekali tidak berharap, tetapi tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi akibat dari kelemahan manusia yang bersifat alami. Dalam hal ini, kita merasa miris apabila Sultan yang kita hormati tersangkut masalah hukum sebagai konsekuensi digabungnya kesultanan dan pemerintahan. Bila dipisahkan antara kesultanan dan pemerintahan, tepatlah adagium yang menyatakan, the king can do no wrong."

read more >>

Hippi: Mengutamakan Produk Indonesia

Jakarta (ANTARA News) - Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) mengingatkan pemerintah, termasuk lembaga-lembaga negara agar mengutamakan penggunaan produk Indonesia dalam belanja barang maupun pelaksanaan proyek guna meningkatkan daya saing industri dalam negeri.

"Jika koordinasi antar-kementerian dan lembaga-lembaga negara berjalan baik sebenarnya penggunaan produk Indonesia secara wajar pasti terjadi," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Hippi, Herman Heru Suprobo kepada wartawan di Jakarta, Rabu.

Herman menjelaskan, selama ini berbagai alasan dikemukakan untuk mengesampingkan penggunaan produk Indonesia, mulai kualitasnya hingga belum bisa diproduksi anak bangsa.

Padahal negara lain seperti China, Malaysia dan India bisa melakukan penggunaan produk mereka masing-masing karena mereka bangga menggunakan produknya, katanya.

"Jika pemerintah dan lembaga-lembaga negara termasuk DPR dan DPD memberi contoh dengan menggunakan produk Indonesia maka keuntungan akan kembali untuk bangsa ini. Hippi terus mengkampanyekan penggunaan produk Indonesia," kata Herman.

Herman mengatakan, dari belanja barang di 2011 diberikan alokasi senilai Rp132,422 triliun untuk menjaga kelancaran penyelenggaraan kegiatan operasional pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat, pemeliharaan aset, dan upaya efisiensi kegiatan operasional pemerintah.

Sementara alokasi belanja modal ditetapkan Rp121,881 triliun untuk ketersediaan infrastruktur dasar, dan menjamin kelancaran distribusi barang dan jasa. Serta meningkatkan kemampuan pertahanan, rehabilitasi rekonstruksi pasca bencana alam, dan peningkatan mitigasi serta adaptasi terhadap dampak perubahan iklim.

"Anggaplah 50 persennya menggunakan produk Indonesia maka nilai tambah bagi bangsa Indonesia sangat besar. Lapangan kerja akan terbuka karena industri dalam negeri bergerak. Pendapatan negara juga meningkat karena pajak dan devisa tidak lari ke luar negeri," kata Herman.

Di tengah upaya menggalakan penggunaan produk dalam negeri, Herman menyayangkan diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 39 Tahun 2010 tentang ketentuan impor barang jadi oleh produsen dalam negeri.

Aturan tersebut, menurut dia, membuka ruang yang makin luas bagi produk-produk China untuk membanjiri pasar Indonesia yang berimbas gulung tikarnya produk-produk yang menggunakan kandungan lokal. Korban yang sudah terjadi adalah industri tekstil dan alas kaki Indonesia.

"Barang-barang impor China jauh lebih murah, kita bisa juga lebih murah asalkan ekonomi biaya tinggi dibenahi," katanya.

Ia menambahkan, untuk melaksanakan peraturan tersebut seharusnya Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu memberikan penjelasan komprehensif kepada pengusaha yang selama ini menghasilkan produk lokal.

Apalagi, lanjut Herman, porsi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sepanjang 2010 mencapai Rp22 triliun atau naik 60,1 persen dan porsi Penanaman Modal Asing (PMA) Rp36,9 triliun atau naik 52 persen.

"Artinya, jika peraturan tersebut diberlakukan maka potensi PMDN akan menurun drastis. Implikasinya adalah, penyerapan tenaga kerja pun akan menurun seiring dengan turunnya potensi PMDN di Indonesia," kata Herman.
(A023/B010)

Editor: Bambang

read more >>

Kenaikan Gaji Pejabat,, Momentumnya Tidak Tepat

Padang (ANTARA News) - Ekonom Sumatera Barat, Dr. Syafrizal Chan menilai rencana kenaikan gaji pejabat negara momentumnya belum tepat dalam kondisi bangsa yang kini masih dihadapkan pada berbagai masalah.

"Bila terjadi kenaikan gaji pejabat negara mulai dari presiden hingga bupati dengan jumlah sampai 8.000 orang, jelas akan menguras dan menjadi beban APBN," kata Direktur Pasca Sarjana Universitas Bung Hatta (UBH), Syafrizal Chan menanggapi rencana kenaikan gaji pejabat negara di Padang, Rabu.

Menurut dia, tunjungan para pejabat pemerintah saat ini sudah cukup besar, bila akan dinaikan lagi gajinya jelas membuat jurang kesenjangan ekonomi semakin tinggi.

Misalnya saja, Sumbar jumlah penduduk miskin mengalami penurunan tetapi melihat pada kondisi indek gini rasio --ukuran ketimpangan-- dalam kurun empat tahun terakhir masih tinggi.

Jadi, pemerataan untuk masyarakat yang kurang mampu sulit terjadi, dan orang yang pendapatan tinggi akan semakin cepat peningkatannya dibandingkan pendapatan penduduk miskin.

Betapa tidak, katanya, tunjungan para pejabat negara sudah lumayan cukup besar sebagai tambahan pendapatan, tentu kalau terlaksana rencana kenaikan gaji itu akan membuat besar jurang si kaya dengan si miskin.

Syafrizal juga menilai, bila kenaikan gaji para pejabat terjadi selain membebankan APBN, tentu semakin membuat pejabat negara kian konsumtif.

Terkait, penghasilan bertambah sehingga belanjanya akan banyak lagi, dan disisi ekonomi akan mendorong perhatian kepada damain pool.

Selain itu, jelas akan menyedot anggaran untuk belanja rutin pemerintah akan semakin besar dan sebaliknya belanja pembangunan berkurang.

Berkurang penganggaran pembangunan, pengaruhnya cukup besar terhadap investasi pemerintah dalam bidang pembanguan di negeri ini.

"Investasi sumbernya anggaran yang dialokasikan pemerintah dalam pembangunan, perusahaan swasta, masyarakat serta modal dalam dan luar negeri," katanya.

Sisi lain, tambahnya, kenaikan kaji harus diikuti dengan kinerja para pejabat negara dalam melayani rakyat. Kenaikan gaji para pejabat negara, juga sebagai motivasi kerja akan bertambah sehingga bisa menggerakan organisasi/lembaga yang dipimpinnya.

Namun demikian, katanya, pemerintah perlu mempertimbangkan secara matang untuk rencana kenaikan gaji pejabat negara dengan kondisi bangsa yang masih banyak didera masalah.(*)
(T.KR-SA/M027)

read more >>

Museum Affandi Yogyakarta


Museum Affandi berada di Jalan Laksda Adi Sucipto 167, Yogyakarta. Jalan ini juga terkenal dengan sebutan Jalan Solo karena menghubungkan dua kota besar, yaitu Yogyakarta dan Solo. Museum yang terletak di sebelah barat Sungai Gajah Wong ini memiliki area seluas 3500 are yang terdiri dari museum itu sendiri dan bangunan yang dulunya merupakan rumah Affandi.

Bentuk permukaan tanah yang tidak lazim memberikan inspirasi kepada Affandi untuk merancang bangunan yang unik dan lingkungan yang mengitarinya. Hasilnya, sebuah lingkungan terpadu yang sangat unik hasil dari rancangan Affandi sendiri.

Galeri I diselesaikan pada tahun 1962 dan digunakan sebagai aula pertunjukkan hasil karya beliau yang cukup besar. Galeri I ini secara resmi diresmikan pada tahun 1974 oleh Prof. Ida Bagus Mantra yang saat itu menjabat sebagai Direktur Kebudayaan Umum. Galeri I memiliki bentuk yang unik. Tidak seperti museum biasanya, Galeri I Museum Affandi ini sangat sederhana tetapi mengandung citarasa seni yang tinggi. Apalagi di dalamnya terdapat hasil karya Affandi yang legendaris.

Pada tahun 1987, Presiden Soeharto memberikan bantuan pembangunan Galeri II seluas 351,5 are. Lalu pada tanggal 9 Juni 1988, Galeri II ini diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Prof. Dr. Fuad Hassan. Arsitektur Galeri II ini tidak jauh berbeda dibandingkan dengan arsitektur Galeri I, dan akhirnya arsitektur inilah yang nantinya digunakan sebagai arsitektur khas kawasan Museum Affandi. Galeri II ini berisi hasil karya Affandi beserta pelukis terkenal lainnya.

Sebagai bagian dari komplek museum, rumah milik Affandi memiliki atap berbentuk daun pisang, sama seperti galeri-galeri sebelumnya. Rumah yang memiliki dua lantai ini sebagian besar terbuat dari kayu. Lantai atas merupakan kamar pribadi Affandi. Sebagai tambahan, lantai bawah digunakan sebagai tempat bersantai dan juga terdapat garasi. Menikmati suasana alami dari lantai bawah ini merupakan kenyamanan tersendiri. Suasana santai yang berbeda dengan lingkungan artistik yang penuh dengan sentuhan seni.

Galeri III dibangun oleh Yayasan Affandi dan berhasil diselesaikan pada tahun 1999. Galeri ini kemudian diresmikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X pada Mei 2000.Galeri ini didirikan untuk memenuhi permintaan terakhir Affandi yang ingin memiliki tempat yang cukup untuk menyimpan hasil kerja dan seluruh koleksinya. Arsitekturnya pun tidak jauh berbeda dengan bangunan-bangunan sebelumnya -- memiliki atap berbentuk daun pisang.
read more >>

Lukisan Basuki Abdullah milik keluarga Bung Hatta raib dicuri

Polisi masih kesulitan untuk mengungkap pelaku pencurian lukisan asli Basoeki Abdullah, milik keluarga Bung Hatta. Meski sudah mengidentifikasi lokasi keberadaan lukisan senilai Rp 6 miliar itu, polisi belum menemukan titik terang keberadaan lukisan tersebut.

“Kami masih terus kembangkan, nanti kalau ada perkembangan kita informasikan,” ujar Kepala Kepolisian Sektor Menteng, Ajun Komisaris Besar Djuwito Purnomo kepada wartawan, Jumat (7/1).

Menurutnya, sejauh ini pihaknya belum bisa memastikan kebenaran lokasi yang sudah diidentifikasi tersebut. Namun informannya mengatakan, masih menyelidiki lebih lanjut mengenai hal itu.

“Sabar saja. Kalau sudah ditemukan pasti saya kabari,” ujarnya.

Lukisan yang disebut dengan “Cah Angon dan Kebo” ini raib sekitar November 2010 lalu. Namun pencurinya menukar kanvas lukisan bergambar penggembala dan tiga kerbaunya itu dengan kanvas palsu namun dalam bingkai (frame) yang asli.

read more >>

Seni lukis

Karya seni yang proses pembuatannya dilakukan dengan meletakkan pewarna "pigmen" cair dalam pelarut (atau medium) dan agen pengikat (lem) kepada permukaan (penyangga) seperti kertas, kanvas, atau dinding. Pengerjaan tersebut dilakukan oleh seorang pelukis; definisi ini digunakan terutamanya jika ia merupakan pencipta suatu karya lukisan.

Manusia telah melukis selama 6 kali lebih lama berbanding penggunaan tulisan. Sebagai contoh lukisan-lukisan yang berada di gua-gua tempat tinggal manusia prasejarah. Melukis adalah kegiatan mengolah medium dua dimensi atau permukaan dari objek tiga dimensi untuk mendapat kesan tertentu. Medium lukisan bisa berbentuk apa saja, seperti kanvas, kertas, papan, dan bahkan film di dalam fotografi bisa dianggap sebagai media lukisan. Alat yang digunakan juga bisa bermacam-macam, dengan syarat bisa memberikan imaji tertentu kepada media yang digunakan.

Sejarah umum seni lukis

Zaman prasejarah

Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar. Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang manusia telah mulai membuat gambar pada dinding-dinding gua untuk mencitrakan bagian-bagian penting dari kehidupan. Sebuah lukisan atau gambar bisa dibuat hanya dengan menggunakan materi yang sederhana seperti arang, kapur, atau bahan lainnya.

Salah satu teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan orang-orang gua adalah dengan menempelkan tangan di dinding gua, lalu menyemburnya dengan kunyahan dedaunan atau batu mineral berwarna. Hasilnya adalah jiplakan tangan berwana-warni di dinding-dinding gua yang masih bisa dilihat hingga saat ini. Kemudahan ini memungkinkan gambar (dan selanjutnya lukisan) untuk berkembang lebih cepat daripada cabang seni rupa lain seperti seni patung dan seni keramik.

Seperti gambar, lukisan kebanyakan dibuat di atas bidang datar seperti dinding, lantai, kertas, atau kanvas. Dalam pendidikan seni rupa modern di Indonesia, sifat ini disebut juga dengan dwi-matra (dua dimensi, dimensi datar).

Objek yang sering muncul dalam karya-karya purbakala adalah manusia, binatang, dan objek-objek alam lain seperti pohon, bukit, gunung, sungai, dan laut. Bentuk dari objek yang digambar tidak selalu serupa dengan aslinya. Ini disebut citra dan itu sangat dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis terhadap objeknya. Misalnya, gambar seekor banteng dibuat dengan proporsi tanduk yang luar biasa besar dibandingkan dengan ukuran tanduk asli. Pencitraan ini dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis yang menganggap tanduk adalah bagian paling mengesankan dari seekor banteng. Karena itu, citra mengenai satu macam objek menjadi berbeda-beda tergantung dari pemahaman budaya masyarakat di daerahnya.

Pada satu titik, ada orang-orang tertentu dalam satu kelompok masyarakat prasejarah yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk menggambar daripada mencari makanan. Mereka mulai mahir membuat gambar dan mulai menemukan bahwa bentuk dan susunan rupa tertentu, bila diatur sedemikian rupa, akan nampak lebih menarik untuk dilihat daripada biasanya. Mereka mulai menemukan semacam cita-rasa keindahan dalam kegiatannya dan terus melakukan hal itu sehingga mereka menjadi semakin ahli.

Mereka adalah seniman-seniman yang pertama di muka bumi dan pada saat itulah kegiatan menggambar dan melukis mulai condong menjadi kegiatan seni.

Seni lukis zaman klasik
Seni lukis zaman klasik kebanyakan dimaksudkan untuk tujuan:
• Mistisme (sebagai akibat belum berkembangnya agama)
• Propaganda (sebagai contoh grafiti di reruntuhan kota Pompeii),

Di zaman ini lukisan dimaksudkan untuk meniru semirip mungkin bentuk-bentuk yang ada di alam. Hal ini sebagai akibat berkembangnya ilmu pengetahuan dan dimulainya kesadaran bahwa seni lukis mampu berkomunikasi lebih baik daripada kata-kata dalam banyak hal.

Seni lukis zaman pertengahan
Sebagai akibat terlalu kuatnya pengaruh agama di zaman pertengahan, seni lukis mengalami penjauhan dari ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sihir yang bisa menjauhkan manusia dari pengabdian kepada Tuhan. Akibatnya, seni lukis pun tidak lagi bisa sejalan dengan realitas.

Kebanyakan lukisan di zaman ini lebih berupa simbolisme, bukan realisme. Sehingga sulit sekali untuk menemukan lukisan yang bisa dikategorikan "bagus".
Lukisan pada masa ini digunakan untuk alat propaganda dan religi. Beberapa agama yang melarang penggambaran hewan dan manusia mendorong perkembangan abstrakisme (pemisahan unsur bentuk yang "benar" dari benda).
Seni lukis zaman Renaissance

Berawal dari kota Firenze. Setelah kekalahan dari Turki, banyak sekali ilmuwan dan budayawan (termasuk pelukis) yang menyingkir dari Bizantium menuju daerah semenanjung Italia sekarang. Dukungan dari keluarga deMedici yang menguasai kota Firenze terhadap ilmu pengetahuan modern dan seni membuat sinergi keduanya menghasilkan banyak sumbangan terhadap kebudayaan baru Eropa. Seni rupa menemukan jiwa barunya dalam kelahiran kembali seni zaman klasik. Sains di kota ini tidak lagi dianggap sihir, namun sebagai alat baru untuk merebut kembali kekuasaan yang dirampas oleh Turki. Pada akhirnya, pengaruh seni di kota Firenze menyebar ke seluruh Eropa hingga Eropa Timur.

Tokoh yang banyak dikenal dari masa ini adalah:

• Tomassi
• Donatello
• Leonardo da Vinci
• Michaelangelo
• Raphael

Art nouveau
Revolusi Industri di Inggris telah menyebabkan mekanisasi di dalam banyak hal. Barang-barang dibuat dengan sistem produksi massal dengan ketelitian tinggi. Sebagai dampaknya, keahlian tangan seorang seniman tidak lagi begitu dihargai karena telah digantikan kehalusan buatan mesin. Sebagai jawabannya, seniman beralih ke bentuk-bentuk yang tidak mungkin dicapai oleh produksi massal (atau jika bisa, akan biaya pembuatannya menjadi sangat mahal). Lukisan, karya-karya seni rupa, dan kriya diarahkan kepada kurva-kurva halus yang kebanyakan terinspirasi dari keindahan garis-garis tumbuhan di alam.

Sejarah seni lukis di Indonesia
Seni lukis modern Indonesia dimulai dengan masuknya penjajahan Belanda di Indonesia. Kecenderungan seni rupa Eropa Barat pada zaman itu ke aliran romantisme membuat banyak pelukis Indonesia ikut mengembangkan aliran ini.
Raden Saleh Syarif Bustaman adalah salah seorang asisten yang cukup beruntung bisa mempelajari melukis gaya Eropa yang dipraktekkan pelukis Belanda. Raden Saleh kemudian melanjutkan belajar melukis ke Belanda, sehingga berhasil menjadi seorang pelukis Indonesia yang disegani dan menjadi pelukis istana di beberapa negera Eropa.

Namun seni lukis Indonesia tidak melalui perkembangan yang sama seperti zaman renaisans Eropa, sehingga perkembangannya pun tidak melalui tahapan yang sama. Era revolusi di Indonesia membuat banyak pelukis Indonesia beralih dari tema-tema romantisme menjadi cenderung ke arah "kerakyatan". Objek yang berhubungan dengan keindahan alam Indonesia dianggap sebagai tema yang mengkhianati bangsa, sebab dianggap menjilat kepada kaum kapitalis yang menjadi musuh ideologi komunisme yang populer pada masa itu. Selain itu, alat lukis seperti cat dan kanvas yang semakin sulit didapat membuat lukisan Indonesia cenderung ke bentuk-bentuk yang lebih sederhana, sehingga melahirkan abstraksi.

Gerakan Manifesto Kebudayaan yang bertujuan untuk melawan pemaksaan ideologi komunisme membuat pelukis pada masa 1950an lebih memilih membebaskan karya seni mereka dari kepentingan politik tertentu, sehingga era ekspresionisme dimulai. Lukisan tidak lagi dianggap sebagai penyampai pesan dan alat propaganda. Perjalanan seni lukis Indonesia sejak perintisan R. Saleh sampai awal abad XXI ini, terasa masih terombang-ambing oleh berbagai benturan konsepsi.

Kemapanan seni lukis Indonesia yang belum mencapai tataran keberhasilan sudah diporak-porandakan oleh gagasan modernisme yang membuahkan seni alternatif atau seni kontemporer, dengan munculnya seni konsep (conceptual art): “Installation Art”, dan “Performance Art”, yang pernah menjamur di pelosok kampus perguruan tinggi seni sekitar 1993-1996. Kemudian muncul berbagai alternatif semacam “kolaborasi” sebagai mode 1996/1997. Bersama itu pula seni lukis konvensional dengan berbagai gaya menghiasi galeri-galeri, yang bukan lagi sebagai bentuk apresiasi terhadap masyarakat, tetapi merupakan bisnis alternatif investasi.

Aliran seni lukis

Surrealisme
Lukisan dengan aliran ini kebanyakan menyerupai bentuk-bentuk yang sering ditemui di dalam mimpi. Pelukis berusaha untuk mengabaikan bentuk secara keseluruhan kemudian mengolah setiap bagian tertentu dari objek untuk menghasilkan sensasi tertentu yang bisa dirasakan manusia tanpa harus mengerti bentuk aslinya.

Kubisme
Adalah aliran yang cenderung melakukan usaha abstraksi terhadap objek ke dalam bentuk-bentuk geometri untuk mendapatkan sensasi tertentu. Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah Pablo Picasso.

Romantisme
Merupakan aliran tertua di dalam sejarah seni lukis modern Indonesia. Lukisan dengan aliran ini berusaha membangkitkan kenangan romantis dan keindahan di setiap objeknya. Pemandangan alam adalah objek yang sering diambil sebagai latar belakang lukisan.

Romantisme dirintis oleh pelukis-pelukis pada zaman penjajahan Belanda dan ditularkan kepada pelukis pribumi untuk tujuan koleksi dan galeri di zaman kolonial. Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah Raden Saleh.

Plural painting
Adalah sebuah proses beraktivitas seni melalui semacam meditasi atau pengembaraan intuisi untuk menangkap dan menterjemahkan gerak hidup dari naluri kehidupan ke dalam bahasa visual. Bahasa visual yang digunakan berpijak pada konsep PLURAL PAINTING. Artinya, untuk menampilkan idiom-idiom agar relatif bisa mencapai ketepatan dengan apa yang telah tertangkap oleh intuisi mempergunakan idiom-idiom yang bersifat: multi-etnis, multi-teknik, atau multi-style.

Seni lukis daun
Adalah aliran seni lukis kontemporer, dimana lukisan tersebut menggunakan daun tumbuh-tumbuhan, yang diberi warna atau tanpa pewarna. Seni lukis ini memanfaatkan sampah daun tumbuh-tumbuhan, dimana daun memiliki warna khas dan tidak busuk jika ditangani dengan benar. senidaun.wordpress.com

Aliran lain :

 
• Ekspresionisme
• Dadaisme
• Fauvisme
• Neo-Impresionisme
• Realisme
• Naturalisme
• De Stijl

Abstraksi
Adalah usaha untuk mengesampingkan unsur bentuk dari lukisan. Teknik abstraksi yang berkembang pesat seiring merebaknya seni kontemporer saat ini berarti tindakan menghindari peniruan objek secara mentah. Unsur yang dianggap mampu memberikan sensasi keberadaan objek diperkuat untuk menggantikan unsur bentuk yang dikurangi porsinya. Abstraksi disebut juga sebagai salah satu aliran yang terdapat di dalam seni lukis.
read more >>

Alat Musik Tradisional

1. Angklung 

Tidak ada petunjuk sejak kapan angklung mulai digunakan, tetapi diduga bentuk primitifnya telah digunakan dalam kultur Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal penanggalan modern, sehingga angklung merupakan bagian dari relik pra-Hinduisme dalam kebudayaan Nusantara. Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya.

Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi. Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.

Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu putih (awi temen). Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.

Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu itu.

Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.

Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.

Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena —tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda— mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.

Angklung Kanekes
Angklung di daerah Kanekes (kita sering menyebut mereka orang Baduy) digunakan terutama karena hubungannya dengan ritus padi, bukan semata-mata untuk hiburan orang-orang. Angklung digunakan atau dibunyikan ketika mereka menanam padi di huma (ladang). Menabuh angklung ketika menanam padi ada yang hanya dibunyikan bebas (dikurulungkeun), terutama di Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero), dan ada yang dengan ritmis tertentu, yaitu di Kaluaran (Baduy Luar). Meski demikian, masih bisa ditampilkan di luar ritus padi tetapi tetap mempunyai aturan, misalnya hanya boleh ditabuh hingga masa ngubaran pare (mengobati padi), sekitar tiga bulan dari sejak ditanamnya padi. Setelah itu, selama enam bulan berikutnya semua kesenian tidak boleh dimainkan, dan boleh dimainkan lagi pada musim menanam padi berikutnya. Menutup angklung dilaksanakan dengan acara yang disebut musungkeun angklung, yaitu nitipkeun (menitipkan, menyimpan) angklung setelah dipakai.

Dalam sajian hiburan, Angklung biasanya diadakan saat terang bulan dan tidak hujan. Mereka memainkan angklung di buruan (halaman luas di pedesaan) sambil menyanyikan bermacam-macam lagu, antara lain: Lutung Kasarung, Yandu Bibi, Yandu Sala, Ceuk Arileu, Oray-orayan, Dengdang, Yari Gandang, Oyong-oyong Bangkong, Badan Kula, Kokoloyoran, Ayun-ayunan, Pileuleuyan, Gandrung Manggu, Rujak Gadung, Mulung Muncang, Giler, Ngaranggeong, Aceukna, Marengo, Salak Sadapur, Rangda Ngendong, Celementre, Keupat Reundang, Papacangan, dan Culadi Dengdang. Para penabuh angklung sebanyak delapan orang dan tiga penabuh bedug ukuran kecil membuat posisi berdiri sambil berjalan dalam formasi lingkaran. Sementara itu yang lainnya ada yang ngalage (menari) dengan gerakan tertentu yang telah baku tetapi sederhana. Semuanya dilakukan hanya oleh laki-laki. Hal ini berbeda dengan masyarakat Daduy Dalam, mereka dibatasi oleh adat dengan berbagai aturan pamali (pantangan; tabu), tidak boleh melakukan hal-hal kesenangan duniawi yang berlebihan. Kesenian semata-mata dilakukan untuk keperluan ritual.

Nama-nama angklung di Kanekes dari yang terbesar adalah: indung, ringkung, dongdong, gunjing, engklok, indung leutik, torolok, dan roel. Roel yang terdiri dari 2 buah angklung dipegang oleh seorang. Nama-nama bedug dari yang terpanjang adalah: bedug, talingtit, dan ketuk. Penggunaan instrumen bedug terdapat perbedaan, yaitu di kampung-kampung Kaluaran mereka memakai bedug sebanyak 3 buah. Di Kajeroan; kampung Cikeusik, hanya menggunakan bedug dan talingtit, tanpa ketuk. Di Kajeroan, kampung Cibeo, hanya menggunakan bedug, tanpa talingtit dan ketuk.
Di Kanekes yang berhak membuat angklung adalah orang Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero). Kajeroan terdiri dari 3 kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Di ketiga kampung ini tidak semua orang bisa membuatnya, hanya yang punya keturunan dan berhak saja yang mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat ritual. Pembuat angklung di Cikeusik yang terkenal adalah Ayah Amir (59), dan di Cikartawana Ayah Tarnah. Orang Kaluaran membeli dari orang Kajeroan di tiga kampung tersebut.

Angklung Dogdog Lojor
Kesenian dogdog lojor terdapat di masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan atau kesatuan adat Banten Kidul yang tersebar di sekitar Gunung Halimun (berbatasan dengan jakarta, Bogor, dan Lebak). Meski kesenian ini dinamakan dogdog lojor, yaitu nama salah satu instrumen di dalamnya, tetapi di sana juga digunakan angklung karena kaitannya dengan acara ritual padi. Setahun sekali, setelah panen seluruh masyarakat mengadakan acara Serah Taun atau Seren Taun di pusat kampung adat. Pusat kampung adat sebagai tempat kediaman kokolot (sesepuh) tempatnya selalu berpindah-pindah sesuai petunjuk gaib.

Tradisi penghormatan padi pada masyarakat ini masih dilaksanakan karena mereka termasuk masyarakat yang masih memegang teguh adat lama. Secara tradisi mereka mengaku sebagai keturunan para pejabat dan prajurit keraton Pajajaran dalam baresan Pangawinan (prajurit bertombak). Masyarakat Kasepuhan ini telah menganut agama Islam dan agak terbuka akan pengaruh modernisasi, serta hal-hal hiburan kesenangan duniawi bisa dinikmatinya. Sikap ini berpengaruh pula dalam dalam hal fungsi kesenian yang sejak sekitar tahun 1970-an, dogdog lojor telah mengalami perkembangan, yaitu digunakan untuk memeriahkan khitanan anak, perkawinan, dan acara kemeriahan lainnya. Instrumen yang digunakan dalam kesenian dogdog lojor adalah 2 buah dogdog lojor dan 4 buah angklung besar. Keempat buah angklung ini mempunyai nama, yang terbesar dinamakan gonggong, kemudian panembal, kingking, dan inclok. Tiap instrumen dimainkan oleh seorang, sehingga semuanya berjumlah enam orang.

Lagu-lagu dogdog lojor di antaranya Bale Agung, Samping Hideung, Oleng-oleng Papanganten, Si Tunggul Kawung, Adulilang, dan Adu-aduan. Lagu-lagu ini berupa vokal dengan ritmis dogdog dan angklung cenderung tetap.

Angklung Gubrag
Angklung gubrag terdapat di kampung Cipining, kecamatan Cigudeg, Bogor. Angklung ini telah berusia tua dan digunakan untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare (menanam padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan) ke leuit (lumbung).
Dalam mitosnya angklung gubrag mulai ada ketika suatu masa kampung Cipining mengalami musim paceklik.

Angklung Badeng
Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan angklung sebagai alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut. Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Islam. Tetapi diduga badeng telah digunakan masyarakat sejak lama dari masa sebelum Islam untuk acara-acara yang berhubungan dengan ritual penanaman padi. Sebagai seni untuk dakwah badeng dipercaya berkembang sejak Islam menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau 17. Pada masa itu penduduk Sanding, Arpaen dan Nursaen, belajar agama Islam ke kerajaan Demak. Setelah pulang dari Demak mereka berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu sarana penyebaran Islam yang digunakannya adalah dengan kesenian badeng.

Angklung yang digunakan sebanyak sembilan buah, yaitu 2 angklung roel, 1 angklung kecer, 4 angklung indung dan angklung bapa, 2 angklung anak; 2 buah dogdog, 2 buah terbang atau gembyung, serta 1 kecrek. Teksnya menggunakan bahasa Sunda yang bercampur dengan bahasa Arab. Dalam perkembangannya sekarang digunakan pula bahasa Indonesia. Isi teks memuat nilai-nilai Islami dan nasihat-nasihat baik, serta menurut keperluan acara. Dalam pertunjukannya selain menyajikan lagu-lagu, disajikan pula atraksi kesaktian, seperti mengiris tubuh dengan senjata tajam.
Lagu-lagu badeng: Lailahaileloh, Ya’ti, Kasreng, Yautike, Lilimbungan, Solaloh.

Buncis
Buncis merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan, di antaranya terdapat di Baros (Arjasari, Bandung). Pada mulanya buncis digunakan pada acara-acara pertanian yang berhubungan dengan padi. Tetapi pada masa sekarang buncis digunakan sebagai seni hiburan. Hal ini berhubungan dengan semakin berubahnya pandangan masyarakat yang mulai kurang mengindahkan hal-hal berbau kepercayaan lama. Tahun 1940-an dapat dianggap sebagai berakhirnya fungsi ritual buncis dalam penghormatan padi, karena sejak itu buncis berubah menjadi pertunjukan hiburan. Sejalan dengan itu tempat-tempat penyimpanan padi pun (leuit; lumbung) mulai menghilang dari rumah-rumah penduduk, diganti dengan tempat-tempat karung yang lebih praktis, dan mudah dibawa ke mana-mana. Padi pun sekarang banyak yang langsung dijual, tidak disimpan di lumbung. Dengan demikian kesenian buncis yang tadinya digunakan untuk acara-acara ngunjal (membawa padi) tidak diperlukan lagi.

Nama kesenian buncis berkaitan dengan sebuah teks lagu yang terkenal di kalangan rakyat, yaitu cis kacang buncis nyengcle..., dst. Teks tersebut terdapat dalam kesenian buncis, sehingga kesenian ini dinamakan buncis.

Instrumen yang digunakan dalam kesenian buncis adalah 2 angklung indung, 2 angklung ambrug, angklung panempas, 2 angklung pancer, 1 angklung enclok. Kemudian 3 buah dogdog, terdiri dari 1 talingtit, panembal, dan badublag. Dalam perkembangannya kemudian ditambah dengan tarompet, kecrek, dan goong. Angklung buncis berlaras salendro dengan lagu vokal bisa berlaras madenda atau degung. Lagu-lagu buncis di antaranya: Badud, Buncis, Renggong, Senggot, Jalantir, Jangjalik, Ela-ela, Mega Beureum. Sekarang lagu-lagu buncis telah menggunakan pula lagu-lagu dari gamelan, dengan penyanyi yang tadinya laki-laki pemain angklung, kini oleh wanita khusus untuk menyanyi.

Dari beberapa jenis musik bambu di Jawa Barat (Angklung) di atas, adalah beberapa contoh saja tentang seni pertunjukan angklung, yang terdiri atas: Angklung Buncis (Priangan/Bandung), Angklung Badud (Priangan Timur/Ciamis), Angklung Bungko (Indramayu), Angklung Gubrag (Bogor), Angklung Ciusul (Banten), Angklung Dog dog Lojor (Sukabumi), Angklung Badeng (Malangbong, Garut), dan Angklung Padaeng yang identik dengan Angklung Nasional dengan tangga nada diatonis, yang dikembangkan sejak tahun 1938. Angklung khas Indonesia ini berasal dari pengembangan angklung Sunda. Angklung Sunda yang bernada lima (salendro atau pelog) oleh Daeng Sutigna alias Si Etjle (1908—1984) diubah nadanya menjadi tangga nada Barat (solmisasi) sehingga dapat memainkan berbagai lagu lainnya. Hasil pengembangannya kemudian diajarkan ke siswa-siswa sekolah dan dimainkan secara orkestra besar.

2.Calung

Merupakan alat musik Sunda yang merupakan prototipe (purwarupa) dari angklung. Berbeda dengan angklung yang .dimainkan dengan cara digoyangkan, cara menabuh calung adalah dengan memukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk pembuatan calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam), namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih).

Pengertian calung selain sebagai alat musik juga melekat dengan sebutan seni pertunjukan. Ada dua bentuk calung Sunda yang dikenal, yakni calung rantay dan calung jinjing.

Calung Rantay
Calung rantay bilah tabungnya dideretkan dengan tali kulit waru (lulub) dari yang terbesar sampai yang terkecil, jumlahnya 7 wilahan (7 ruas bambu) atau lebih. Komposisi alatnya ada yang satu deretan dan ada juga yang dua deretan (calung indung dan calung anak/calung rincik). Cara memainkan calung rantay dipukul dengan dua tangan sambil duduk bersilah, biasanya calung tersebut diikat di pohon atau bilik rumah (calung rantay Banjaran-Bandung), ada juga yang dibuat ancak "dudukan" khusus dari bambu/kayu, misalnya calung tarawangsa di Cibalong dan Cipatujah, Tasikmalaya, calung rantay di Banjaran dan Kanekes/Baduy.

Calung Jinjing
Adapun calung jinjing berbentuk deretan bambu bernada yang disatukan dengan sebilah kecil bambu (paniir). Calung jinjing terdiri atas empat atau lima buah, seperti calung kingking (terdiri dari 12 tabung bambu), calung panepas (5 /3 dan 2 tabung bambu), calung jongjrong(5 /3 dan 2 tabung bambu), dan calung gonggong (2 tabung bambu). Kelengkapan calung dalam perkembangannya dewasa ini ada yang hanya menggunakan calung kingking satu buah, panempas dua buah dan calung gonggong satu buah, tanpa menggunakan calung jongjrong Cara memainkannya dipukul dengan tangan kanan memakai pemukul, dan tangan kiri menjinjing/memegang alat musik tersebut. Sedangkan teknik menabuhnya antar lain dimelodi, dikeleter, dikemprang, dikempyung, diraeh, dirincik, dirangkep (diracek), salancar, kotrek dan solorok.

Perkembangan
Jenis calung yang sekarang berkembang dan dikenal secara umum yaitu calung jinjing. Calung jinjing adalah jenis alat musik yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Sunda, misalnya pada masyarakat Sunda di daerah Sindang Heula - Brebes, Jawa tengah, dan bisa jadi merupakan pengembangan dari bentuk calung rantay. Namun di Jawa Barat, bentuk kesenian ini dirintis popularitasnya ketika para mahasiswa Universitas Padjadjaran (UNPAD) yang tergabung dalam Departemen Kesenian Dewan Mahasiswa (Lembaga kesenian UNPAD) mengembangkan bentuk calung ini melalui kreativitasnya pada tahun 1961.

Menurut salah seorang perintisnya, Ekik Barkah, bahwa pengkemasan calung jinjing dengan pertunjukannya diilhami oleh bentuk permainan pada pertunjukan reog yang memadukan unsur tabuh, gerak dan lagu dipadukan. Kemudian pada tahun 1963 bentuk permainan dan tabuh calung lebih dikembangkan lagi oleh kawan-kawan dari Studiklub Teater Bandung (STB; Koswara Sumaamijaya dkk), dan antara tahun 1964 - 1965 calung lebih dimasyarakatkan lagi oleh kawan-kawan di UNPAD sebagai seni pertunjukan yang bersifat hiburan dan informasi (penyuluhan (Oman Suparman, Ia Ruchiyat, Eppi K., Enip Sukanda, Edi, Zahir, dan kawan-kawan), dan grup calung SMAN 4 Bandung (Abdurohman dkk). Selanjutnya bermunculan grup-grup calung di masyarakat Bandung, misalnya Layung Sari, Ria Buana, dan Glamor (1970) dan lain-lain, hingga dewasa ini bermunculan nama-nama idola pemain calung antara lain Tajudin Nirwan, Odo, Uko Hendarto, Adang Cengos, dan Hendarso.

Perkembangan kesenian calung begitu pesat di Jawa Barat, hingga ada penambahan beberapa alat musik dalam calung, misalnya kosrek, kacapi, piul (biola) dan bahkan ada yang melengkapi dengan keyboard dan gitar. Unsur vokal menjadi sangat dominan, sehingga banyak bermunculan vokalis calung terkenal, seperti Adang Cengos, dan Hendarso.

3. Kendang, kendhang, atau gendang

Merupakan instrumen dalam gamelan Jawa Tengah yang salah satu fungsi utamanya mengatur irama. Instrument ini dibunyikan dengan tangan, tanpa alat bantu.Jenis kendang yang kecil disebut ketipung, yang menengah disebut kendang ciblon/kebar. Pasangan ketipung ada satu lagi bernama kendang gedhe biasa disebut kendang kalih. Kendang kalih dimainkan pada lagu atau gendhing yang berkarakter halus seperti ketawang, gendhing kethuk kalih, dan ladrang irama dadi. Bisa juga dimainkan cepat pada pembukaan lagu jenis lancaran ,ladrang irama tanggung. Untuk wayangan ada satu lagi kendhang yang khas yaitu kendhang kosek.

Kendang kebanyakan dimainkan oleh para pemain gamelan profesional, yang sudah lama menyelami budaya Jawa. Kendang kebanyakan di mainkan sesuai naluri pengendang, sehingga bila dimainkan oleh satu orang denga orang lain maka akan berbeda nuansanya.

4. Bedug

Merupakan alat musik tabuh seperti gendang. Bedug merupakan instrumen musik tradisional yang telah digunakan sejak ribuan tahun lalu, yang memiliki fungsi sebagai alat komunikasi tradisional, baik dalam kegiatan ritual keagamaan maupun politik. Di Indonesia, sebuah bedug biasa dibunyikan untuk pemberitahuan mengenai waktu salat atau sembahyang. Bedug terbuat dari sepotong batang kayu besar atau pohon enau sepanjang kira-kira satu meter atau lebih. Bagian tengah batang dilubangi sehingga berbentuk tabung besar. Ujung batang yang berukuran lebih besar ditutup dengan kulit binatang yang berfungsi sebagai membran atau selaput gendang. Bila ditabuh, bedug menimbulkan suara berat, bernada khas, rendah, tetapi dapat terdengar sampai jarak yang cukup jauh.

Sejarah
Bedug sebenarnya berasal dari India dan Cina. Berdasarkan legenda Cheng Ho dari Cina, ketika ketika Laksamana Cheng Ho datang ke Semarang, mereka disambut baik oleh Raja Jawa pada masa itu. Kemudian, ketika Cheng Ho hendak pergi, dan hendak memberikan hadiah, raja dari Semarang mengatakan bahwa dirinya hanya ingin mendengarkan suara bedug dari masjid. Sejak itulah, bedug kemudian menjadi bagian dari masjid, seperti di negara Cina, Korea dan Jepang, yang memposisikan bedug di kuil-kuil sebagai alat komunikasi ritual keagamaan. Di Indonesia, sebuah bedug biasa dibunyikan untuk pemberitahuan mengani waktu salat atau sembahyang. Saat Orba berkuasa bedug pernah dikeluarkan dari surau dan mesjid karena mengandung unsur-unsur non-Islam. Bedug digantikan oleh pengeras suara. Hal itu dilakukan oleh kaum Islam modernis, namun warga NU melakukan perlawanan sehingga sampai sekarang dapat terlihat masih banyak masjid yang mempertahankan bedug.

Fungsi bedug
• Fungsi sosial : bedug berfungsi sebagai alat komunikasi atau petanda kegiatan masyarakat, mulai dari ibadah, petanda bahaya, hingga petanda berkumpulnya sebuah komuntas.
• Fungsi estetika : bedug berfungsi dalam pengembangan dunia kreatif, konsep, dan budaya material musikal.

Cara pembuatan bedug sederhana
Pada awalnya, kambing atau sapi dikuliti. Kulit hewan yang biasa dibuat sebagai bahan baku bedug antara lain kulit kambing, sapi, kerbau, dan banteng. Kulit sapi putih memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan kulit sapi coklat. Sebab, kulit sapi putih lebih tebal daripada kulit sapi coklat, sehingga bunyi yang dihasilkannya akan berbeda disamping, keawetannya yang lebih rendah. Kemudian, kulit tersebut direndam ke dalam air detergen sekitar 5-10 menit. Jangan terlalu lama agar tidak rusak. Lalu, kulit dijemur dengan cara dipanteng (digelar) supaya tidak mengerut. Setelah kering, diukur diameter kayu yang sudah dicat dan akan dibuat bedug. Seteleh selesai diukur, kulit tersebut dipasangkan pada kayu bonggol kayu yang sudah disiapkan. Proses penyatuan kulit hewan dengan kayu dilakukan dengan paku dan beberapa tali-temali.

Permainan Bedug (Seni Ngadulag)
Seni ngadulag berasal dari daerah Jawa Barat. Pada dasarnya, bedug memiliki fungsi yang sama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Namun, tabuhan bedug di tiap-tiap daerah memiliki perbedaan dengan daerah lainnya, sehingga menjadikannya khas. Sehingga lahirlah sebuah istilah “Ngadulag” yang menunjuk pada sebuah keterampilan menabuh bedug. Kini keterampilan menabuh bedug telah menjadi bentuk seni yang mandiri yaitu seni Ngadulag (permainan bedug). Di daerah Bojonglopang, Sukabumi, seni ngadulag telah menjadi sebuah kompetisi untuk mendapatkan penabuh bedug terbaik. Kompetisi terbagi menjadi 2 kategori, yaitu keindahan dan ketahanan.

Keindahan mengutamakan irama dan ritme tabuhan bedug, sedangkan ketahanan mengutamakan daya tahan menabuh atau seberapa lama kekuatan menabuh bedug. Kompetisi ini diikuti oleh laki-laki dan perempuan. Dari permainan inilah seni menabuh bedug mengalami perkembangan. Dahulu, peralatan seni menabuh bedug hanya terdiri dari bedug, kohkol, dan terompet. Tapi kini peralatannya pun mengalami perkembangan. Selain yang telah disebutkan di atas, menabuh bedug kini juga dilengkapi dengan alat-alat musik seperti gitar, keyboard, dan simbal.

Bedug terbesar di dunia
Bedug terbesar di dunia berada di dalam Masjid Darul Muttaqien, Purworejo. Bedug ini merupakan karya besar umat Islam yang pembuatannya diperintahkan oleh Adipati Tjokronagoro I, Bupati Purworejo pertama. dibuat pada tahun 1762 Jawa atau 1834 M. Dan diberi nama Kyai Begelan. Ukuran atau spesifikasi bedug ini adalah : Panjang 292 cm, keliling bagian depan 601 cm, keliling bagian belakang 564 cm, diameter bagian depan 194 cm, diameter bagian belakang 180 cm. Bagian yang ditabuh dari bedug ini dibuat dari kulit banteng. Bedug raksasa ini dirancang sebagai “sarana komunikasi” untuk mengundang jamaah hingga terdengar sejauh-jauhnya lewat tabuhan bedug sebagai tanda waktu salat menjelang adzan dikumandangkan.

5. Demung

Merupakan salah satu instrumen gamelan yang termasuk keluarga balungan.Dalam satu set gamelan biasanya terdapat 2 demung, keduanya memiliki versi pelog dan slendro. Demung menghasilkan nada dengan oktaf terendah dalam keluarga balungan, dengan ukuran fisik yang lebih besar. Demung memiliki wilahan yang relatif lebih tipis namun lebih lebar daripada wilahan saron, sehingga nada yang dihasilkannya lebih rendah. Tabuh demung biasanya terbuat dari kayu, dengan bentuk seperti palu, lebih besar dan lebih berat daripada tabuh saron.

Cara menabuhnya ada yang biasa sesuai nada, nada yang imbal, atau menabuh bergantian antara demung 1 dan demung 2, menghasilkan jalinan nada yang bervariasi namun mengikuti pola tertentu. Cepat lambatnya dan keras lemahnya penabuhan tergantung pada komando dari kendang dan jenis gendhingnya. Pada gendhing Gangsaran yang menggambarkan kondisi peperangan misalnya, demung ditabuh dengan keras dan cepat. Pada gendhing Gati yang bernuansa militer, demung ditabuh lambat namun keras. Ketika mengiringi lagu ditabuh pelan. Ketika sedang dalam kondisi imbal, maka ditabuh cepat dan keras.

Dalam memainkan demung, tangan kanan memukul wilahan / lembaran logam dengan tabuh, lalu tangan kiri memencet wilahan yang dipukul sebelumnya untuk menghilangkan dengungan yang tersisa dari pemukulan nada sebelumnya. Teknik ini disebut memathet (kata dasar: pathet = pencet)

6. Gong

Merupakan sebuah alat musik pukul yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Gong ini digunakan untuk alat musik tradisional. Saat ini tidak banyak lagi perajin gong seperti ini. Gong yang telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru terbentuk setelah dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai, gong dikerok sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis. Di Korea Selatan disebut juga Kkwaenggwari. Tetapi kkwaenggwari yang terbuat dari logam berwarna kuningan ini dimainkan dengan cara ditopang oleh kelima jari dan dimainkan dengan cara dipukul sebuah stik pendek. Cara memegang kkwaenggwari menggunakan lima jari ini ternyata memiliki kegunaan khusus, karena satu jari (telunjuk) bisa digunakan untuk meredam getaran gong dan mengurangi volume suara denting yang dihasilkan.

7. Saron

(Saron atau disebut juga ricik) adalah salah satu instrumen gamelan yang termasuk keluarga balungan. Dalam satu set gamelan biasanya punya 4 saron, dan kesemuanya memiliki versi pelog dan slendro. Saron menghasilkan nada satu oktaf lebih tinggi daripada demung, dengan ukuran fisik yang lebih kecil. Tabuh saron biasanya terbuat dari kayu, dengan bentuk seperti palu.

Cara menabuhnya ada yang biasa sesuai nada, nada yang imbal, atau menabuh bergantian antara saron 1 dan saron 2. Cepat lambatnya dan keras lemahnya penabuhan tergantung pada komando dari kendang dan jenis gendhingnya. Pada gendhing Gangsaran yang menggambarkan kondisi peperangan misalnya, ricik ditabuh dengan keras dan cepat. Pada gendhing Gati yang bernuansa militer, ricik ditabuh lambat namun keras. Ketika mengiringi lagu ditabuh pelan

8. Gendang karo atau gendang lima si dalinen

Terdiri dari lima perangkat alat musik tabuh (perkusi) yang dimainkan oleh lima orang pemusik. Kelima perangkat tersebut adalah satu penaruné, dua penggual, dan dua si malu gong. Gendang Lima sedalanen disebut karena ensambel musik tersebut terdiri dari lima instrumen musik, yaitu Sarune (aerofon), gendang indung (membranofon), gendang anak (mebranofon, gung, dan penganak. Namun biasa juga disebut dengan gendang lima sedalanen, ranggutna sepulu dua, yaitu angka dua belas untuk hitung-hitungan perangkat yang dipergunakan seluruhnya, termasuk stik atau alat memukul instrumen musik tersebut.

Jika diklasifikasi berdasarkan ensambel musik, sebenarnya gendang Karo terdiri dari gendang lima sedalanen dan gendang telu sedalanen. Gendang telu sedalanen adalah terdiri dari tiga instrumen musik yang dimainkan secara bersamaan, yang terdiri dari kulcapi (long neck lute) sebagai pembawa melodi, keteng-keteng (idiokordofon, tube-zhyter) sebagai pembawa ritmis, dan mangkuk mbentar (idiofon) sebagai pembawa tempo.

9. Gendrum

Sebuah alat musik hibrida antara gendang dan drum yang dirancang oleh Siswo Harsono pada tahun 1992. Alat musik tersebut biasanya diaplikasi dalam kesenian Gambang Semarang dan dapat juga diaplikasikan dalam kesenian lain seperti jaipongan, campursari, ataupun dangdut. Gendrum terdiri dari sebuah kendang jaipong, sebuah kendang batangan, dua buah ketipung (panepak), dua buah ketibung (ketipung besar), sepasang bongo, cowbells, drum bass, dan seperangkat simbal yang terdiri atas sebuah ride, crash, splash, dan china.

Gendrum merupakan seperangkat perkusi yang dimainkan oleh seorang pemain gendrum (gendrumer), dan bukan oleh sekelompok pemain perkusi. Kombinasi perkusi yang terdapat dalam perangkat gendrum merupakan satu kesatuan harmoni yang sudah disetem sesuai keperluan. Teknik permainan yang diaplikasi oleh Siswo Harsono dinamakan "tepak campursari". Permainan tepak campursari ala Siswo Harsono memiliki keragaman tepak yang mengombinasikan permainan kendang jaipong, bongo, drum, dan simbal. Tepak campursari ini diaplikasi oleh Siswo Harsono dalam pengembangan seni Gambang Semarang yang dilakukan oleh Fakultas Sastra Universitas Diponegoro, Semarang.

10. Kacapi

Merupakan alat musik Sunda yang dimainkan sebagai alat musik utama dalam Tembang Sunda atau Mamaos Cianjuran dan kacapi suling. Kata kacapi dalam bahasa Sunda juga merujuk kepada tanaman sentul, yang dipercaya kayunya digunakan untuk membuat alat musik kacapi.

Kacapi parahu adalah suatu kotak resonansi yang bagian bawahnya diberi lubang resonansi untuk memungkinkan suara keluar. Sisi-sisi jenis kacapi ini dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai perahu. Di masa lalu, kacapi ini dibuat langsung dari bongkahan kayu dengan memahatnya.

Kacapi siter merupakan kotak resonansi dengan bidang rata yang sejajar. Serupa dengan kacapi parahu, lubangnya ditempatkan pada bagian bawah. Sisi bagian atas dan bawahnya membentuk trapesium.

Untuk kedua jenis kacapi ini, tiap dawai diikatkan pada suatu sekrup kecil pada sisi kanan atas kotak. Mereka dapat ditala dalam berbagai sistem: pelog, sorog/madenda, atau salendro. Saat ini, kotak resonansi kacapi dibuat dengan cara mengelem sisi-sisi enam bidang kayu.

Fungsi
Menurut fungsinya dalam mengiringi musik, kacapi dimainkan sebagai:
1. Kacapi indung atau kacapi induk
2. Kacapi rincik atau kacapi anak

Kacapi indung
Kacapi indung memimpin musik dengan cara memberikan intro, bridges, dan interlude, juga menentukan tempo. Untuk tujuan ini, digunakan sebuah kacapi besar dengan 18 atau 20 dawai.

Kacapi rincik
Kacapi rincik memperkaya iringan musik dengan cara mengisi ruang antar nada dengan frekuensi-frekuensi tinggi, khususnya dalam lagu-lagu yang bermetrum tetap seperti dalam kacapi suling atau Sekar Panambih. Untuk tujuan ini, digunakan sebuah kacapi yang lebih kecil dengan dawai yang jumlahnya sampai 15.

11. Kolintang atau kulintang

Adalah alat musik yang terdiri dari barisan gong kecil yang diletakkan mendatar. Alat musik ini dimainkan dengan diiringi oleh gong tergantung yang lebih besar dan drum. Kolintang merupakan bagian dari budaya gong Asia Tenggara, yang telah dimainkan selama berabad-abad di Kepulauan Melayu Timur - Filipina, Indonesia Timur, Malaysia Timur, Brunei, dan Timor.

Alat musik ini berkembang dari tradisi pemberian isyarat sederhana menjadi bentuk seperti sekarang. Kegunaannya bergantung pada peradaban yang menggunakannya. Dengan pengaruh dari Hindu, Buddha, Islam, Kristen, dan Barat, Kulintang merupakan tradisi gong yang terus berkembang.

Alat musik ini dibuat dari kayu lokal yang ringan namun kuat seperti telur, bandaran, wenang, kakinik kayu cempaka, dan yang mempunyai konstruksi fiber paralel. Nama kolintang berasal dari suaranya: tong (nada rendah), ting (nada tinggi) dan tang (nada biasa). Dalam bahasa daerah, ajakan "Mari kita lakukan TONG TING TANG" adalah: " Mangemo kumolintang". Ajakan tersebut akhirnya berubah menjadi kata kolintang

12. Pereret

Adalah alat musik kuno sejenis trompet yang terbuat dari bahan kayu yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi terompet.

13. Pengasih - asih

Adalah guna - guna ( pelet ) sedangkan jodoh adalah pasangan yang layak sebagai suami atau istri. Alat musik ini banyak dibuat di daerah Jembrana, Bali. Biasanya alat musik ini digunakan untuk mengiringi kesenian Sewo Gati. Cara menggunakan Pereret ini adalah dengan meniup alat tersebut sehingga keluar suara yang sangat merdu dan menawan hati.

14. Rebab (Arab: الرباب atau رباب)

Adalah alat musik gesek yang biasanya menggunakan 2 atau 3 dawai, alat musik ini adalah alat musik yang berasal dari Timur Tengah dan mulai digunakan di Asia Tenggara setelah penyebaran pengaruh dari Timur Tengah.

Alat musik yang menggunakan penggesek dan mempunyai tiga atau dua utas tali dari dawai logam (tembaga) ini badannya menggunakan kayu nangka dan berongga di bagian dalam ditutup dengan kulit lembu yang dikeringkan sebagai pengeras suara.

Dalam musik Sunda, alat ini juga digunakan sebagai pengiring gamelan, sebagai pelengkap untuk mengiringi sinden bernyanyi bersama-sama dengan kecapi dan suling. Dalam gamelan Jawa, fungsi rebab tidak hanya sebagai pelengkap untuk mengiringi nyanyian sindhen tetapi lebih berfungsi untuk menuntun arah lagu sindhen

15. Rebana

Adalah gendang berbentuk bundar dan pipih. Bingkai berbentuk lingkaran dari kayu yang dibubut, dengan salah satu sisi untuk ditepuk berlapis kulit kambing. Kesenian di Malaysia, Brunei, Indonesia dan Singapura yang sering memakai rebana adalah musik irama padang pasir, misalnya, gambus, kasidah dan hadroh.

Bagi masyarakat Melayu di negeri Pahang, permainan rebana sangat populer, terutamanya di kalangan penduduk di sekitar Sungai Pahang. Tepukan rebana mengiringi lagu-lagu tradisional seperti indong-indong, burung kenek-kenek, dan pelanduk-pelanduk. Di Malaysia, selain rebana berukuran biasa, terdapat juga rebana besar yang diberi nama Rebana Ubi, dimainkannya pada hari-hari raya untuk mempertandingkan bunyi dan irama.

16. Saluang

Merupakan lat musik tradisional khas Minangkabau, Sumatra Barat. Yang mana alat musik tiup ini terbuat dari bambu tipis atau talang (Schizostachyum brachycladum Kurz). Orang Minangkabau percaya bahwa bahan yang paling bagus untuk dibuat saluang berasal dari talang untuk jemuran kain atau talang yang ditemukan hanyut di sungai. Alat ini termasuk dari golongan alat musik suling, tapi lebih sederhana pembuatannya, cukup dengan melubangi talang dengan empat lubang. Panjang saluang kira-kira 40-60 cm, dengan diameter 3-4 cm. Adapun kegunaan lain dari talang adalah wadah untuk membuat lemang, salah satu makanan tradisional Minangkabau.

Pemain saluang legendaris bernama Idris Sutan Sati dengan penyanyinya Syamsimar.
Keutamaan para pemain saluang ini adalah dapat memainkan saluang dengan meniup dan menarik napas bersamaan, sehingga peniup saluang dapat memainkan alat musik itu dari awal dari akhir lagu tanpa putus. Cara pernapasan ini dikembangkan dengan latihan yang terus menerus. Teknik ini dinamakan juga sebagai teknik manyisiahkan angok (menyisihkan napas).

Tiap nagari di Minangkabau mengembangkan cara meniup saluang, sehingga masing-masing nagari memiliki style tersendiri. Contoh dari style itu adalah Singgalang, Pariaman, Solok Salayo, Koto Tuo, Suayan dan Pauah. Style Singgalang dianggap cukup sulit dimainkan oleh pemula, dan biasanya nada Singgalang ini dimainkan pada awal lagu. Style yang paling sedih bunyinya adalah Ratok Solok dari daerah Solok.

Dahulu, khabarnya pemain saluang ini memiliki mantera tersendiri yang berguna untuk menghipnotis penontonnya. Mantera itu dinamakan Pitunang Nabi Daud. Isi dari mantera itu kira-kira : Aku malapehkan pitunang Nabi Daud, buruang tabang tatagun-tagun, aia mailia tahanti-hanti, takajuik bidodari di dalam sarugo mandanga buni saluang ambo, kununlah anak sidang manusia...

17. Sasando

Sebuah alat instrumen petik musik. Instumen musik ini berasal dari pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Secara harfiah nama Sasando menurut asal katanya dalam bahasa Rote, sasandu, yang artinya alat yang bergetar atau berbunyi. Konon sasando digunakan di kalangan masyarakat Rote sejak abad ke-7. Bentuk sasando ada miripnya dengan instrumen petik lainnya seperti gitar, biola dan kecapi.

Bagian utama sasando berbentuk tabung panjang yang biasa terbuat dari bambu. Lalu pada bagian tengah, melingkar dari atas ke bawah diberi ganjalan-ganjalan di mana senar-senar (dawai-dawai) yang direntangkan di tabung, dari atas kebawah bertumpu. Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Lalu tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas. Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando

18. Slenthem

Merupakan salah satu instrumen gamelan yang terdiri dari lembaran lebar logam tipis yang diuntai dengan tali dan direntangkan di atas tabung-tabung dan menghasilkan dengungan rendah atau gema yang mengikuti nada saron, ricik, dan balungan bila ditabuh. Beberapa kalangan menamakannya sebagai gender penembung. Seperti halnya pada instrumen lain dalam satu set gamelan, slenthem tentunya memiliki versi slendro dan versi pelog. Wilahan Slenthem Pelog umumnya memiliki rentang nada C hingga B, sedangkan slenthem slendro memiliki rentang nada C, D, E, G, A, C'.

Cara memainkan
Cara menabuh slenthem sama seperti menabuh balungan, ricik, ataupun saron. Tangan kanan mengayunkan pemukulnya dan tangan kiri melakukan "patet", yaitu menahan getaran yang terjadi pada lembaran logam. Dalam menabuh slenthem lebih dibutuhkan naluri atau perasaan si penabuh untuk menghasilkan gema ataupun bentuk dengungan yang baik. Pada notasi C, D, E, G misalnya, gema yang dihasilkan saat menabuh nada C harus hilang tepat saat nada D ditabuh, dan begitu seterusnya.

Untuk tempo penabuhan, cara yang digunakan sama seperti halnya bila menggunakan balungan, ricik, dan saron. Namun untuk keadaan tertentu misalnya demung imbal, maka slenthem dimainkan untuk mengisi kekosongan antara nada balungan yang ditabuh lambat dengan menabuh dua kali lipat ketukan balungan. Atau bisa juga pada kondisi slenthem harus menabuh setengah kali ada balungan karena balungan sedang ditabuh cepat, misalnya ketika gendhing Gangsaran pada adegan perangan.

19. Talempong

Alat musik pukul khas suku bangsa Minangkabau. Bentuknya hampir sama dengan instrumen bonang dalam perangkat gamelan. Talempong dapat terbuat dari kuningan, namun ada pula yang terbuat dari kayu dan batu. Saat ini talempong dari jenis kuningan lebih banyak digunakan. Talempong ini berbentuk bundar pada bagian bawahnya berlobang sedangkan pada bagian atasnya terdapat bundaran yang menonjol berdiameter lima sentimeter sebagai tempat untuk dipukul. Talempong memiliki nada yang berbeda-beda. Bunyi dihasilkan dari sepasang kayu yang dipukulkan pada permukaannya.

Talempong biasanya digunakan untuk mengiringi tarian pertunjukan atau penyambutan, seperti Tari Piring yang khas, Tari Pasambahan, dan Tari Gelombang. Talempong juga digunakan untuk melantunkan musik menyambut tamu istimewa. Talempong ini memainkanya butuh kejelian dimulai dengan tangga pranada DO dan diakhiri dengan SI. Talempong diiringi oleh akord yang cara memainkanya serupa dengan memainkan piano.

20. Tambo, karya sastra zaman melayu

Tambo merupakan kisah yang meriwayatkan tentang asal usul dan kejadian masa lalu yang terjadi di Minangkabau. Tambo bukan catatan sejarah yang harus dibuktikan dengan fakta-fakta yang akurat, tahun kejadian serta siapakah yang melakukan penemuan. Namun bila dikaitkan dengan suatu bukti keberadaan, maka bukti itu ada dan nyata. Tambo tidak memerlukan sistematika tertentu, sebagaimana halnya sejarah. Cara mengisahkannya disesuaikan dengan keperluan dan keadaan. Tambo bisa pula mengkisahkan sejarah bangsa lain.

Terdapat dua jenis tambo yang menjadi tonggak adat dan budaya minangkabau yang hidup hingga masa kini, yaitu : Tambo alam, yang mengisahkan asal usul nenek moyang, serta mengolah alam sebagai pilar dalam membangun sistem kemasyarakatan , Tambo adat, pengajaran akal dan budi, yang dikisahkan bahwa segala sesuatu yang harus dipatuhi dalam pola prikelakuan yang normative, mencakup segala cara-cara atau pola berfikir, cara bertindak yang akhirnya membentuk struktur social masyarakat atau sistem kekuasaan minangkabau pada masa lalu dan berlaku sebagai adat yang tidak lekang karena panas dan tidak basa karena hujan.

Untuk ukuran masa sekarang, maka Tambo dapat dikatakan sebagai informasi budaya yang spektakuler. Bagi masyakakat minang, kisah asal usul suku bangsa minang yang dinukilkan dalam kaba maupun tambo, realitas dalam pertumbuhan adat dan budaya minangkabau kuno. Walaupun, sumber informasi yang ada tentang keminangkabauan itu, merupakan ornamen mitologi, yaitu mengkisahkan asal usul dan migrasi suku bangsa minang kabau secara fiksi (dongeng), namun ia tetap hidup hingga sekarang. Sebut saja pantun yang berbunyi, seperti ini : Dimana mulanya terbit pelita Dibalik tanglun nan berapi Dimana mulanya ninik kita Ialah di puncak gunung Merapi Bagaimana caranya kita mencari pembenaran, bahwa ternyata kaba dan tambo itu merupakan realitas dalam pertumbuhan adat dan budaya Minangkabau untuk masa sekarang ? Bukankah sesuatu yang diceritakan, oleh si tukang kaba dahulu (minangkabau kuno), merupakan informasi yang tidak seragam, yang menimbulkan keragu-raguan ?.

Berpijak dari konsep antropologi, khususnya antroplogi sosial yang mempelajari prilaku dan hasil kerja manusia, seperti ; sistem politik dan ekonomi, struktur kekerabatan, tatacara perkawinan, kesenian dan kesusastraan, dll, maka kaba dan tambo dapat dijadikan referensi terhadap asal usul manusia, asal usul adat dan budaya minang kabau. ?

Dengan demikian, maka benarlah tambo merupakan hasil kerja imajinasi spektakuler dari nenek moyang minang kabau, yang telah mengatur dan menetapkan falsafah hidupnya dengan berguru kepada alam, kemudian menetapkan pola kekuasaan (bukan pemerintahan, pen) yang demokratis, pemimpin nagari yang bersifat kolektif, system ekonomi, , undang-undang dan hukum, , lembaga perkawinan, harta dan pusaka, termasuk sastra dan permainan rakyat. Jika dikatakan minang kabau sebagai subyek kebudayaan, maka pertumbuhan adat yang tidak lekang oleh panas dan tidak basah karena hujan tadi, memperkuat kesadaran masyarakat bahwa dalam mempertahankan adat dan budaya, semestinya tidak sebagai pelengkap saja, dalam hubungan antar manusia di kewilayahan Sumatera yang dahulu disebut “ pulau perca atau Andalas “ pada umumnya, Sumatera Barat pada khususnya. namun tetap berpijak pada konsepsi adat bersendi syara, dan syara, bersendi kitabullah.

Kembali pada uraian diatas, banyak mitologi dari kaba atau tambo yang mesti diuangkap sebagai fakta budaya. Terus terang penulis, mulai mempertanyakan nama “ suku bangsa kita – Minang kabau. Para ahli sejarah telah telah mengupas bahwa nama (suku bangsa) Minangkabau berasal dari “ Pinang Khabu “ sebagai country origin (tanah asal) – Ven der Tuuk. Demikian juga dalam menon khabu, yang artinya tanah mulia atau mau angka bahu, yang artinya yang memerintah, dalam kupasan para penulis sejarah, seperti DR. Hussein Nainar atau M. Rasyid Manggis bahkan buku Sumatera Tengah dari Jawatan Penerangan Sumatera Tengah sekalipun. Jika Tambo dianggap sebagai realitas dalam pertumbuhan adat dan budaya, maka selayaknya para ahli adat dan budaya minang mengenyampingkan informasi yang imajinasi menjadi informasi yang factual, sebagaimana yang diharapkan masyarakat minang , terutama yang hidup diperantauan. Termasuk masyarakat minang yang telah berasimilasi dengan suku bangsa lain.

21.Triton

Alat musik tradisional masyarakat Papua. Triton dimainkan dengan cara ditiup. Alat musik ini terdapat di seluruh pantai, terutama di daerah Biak, Yapen, Waropen, Nabire, Wondama, serta kepulauan Raja Amat. Awalnya, alat ini hanya digunakan untuk sarana komunikasi atau sebagai alat panggil/ pemberi tanda. Selanjutnya, alat ini juga digunakan sebagai sarana hiburan dan alat musik tradisional. 4503

22. Suling

Alat musik dari keluarga alat musik tiup kayu. Suara suling berciri lembut dan dapat dipadukan dengan alat musik lainnya dengan baik. Suling modern untuk para ahli umumnya terbuat dari perak, emas atau campuran keduanya. Sedangkan suling untuk pelajar umumnya terbuat dari nikel-perak, atau logam yang dilapisi perak.
Suling konser standar ditalakan di C dan mempunyai jangkauan nada 3 oktaf dimulai dari middle C. Akan tetapi, pada beberapa suling untuk para ahli ada kunci tambahan untuk mencapai nada B di bawah middle C. Ini berarti suling merupakan salah satu alat musik orkes yang tinggi, hanya piccolo yang lebih tinggi lagi dari suling. Piccolo adalah suling kecil yang ditalakan satu oktaf lebih tinggi dari suling konser standar. Piccolo juga umumnya digunakan dalam orkes.

Suling konser modern memiliki banyak pilihan. Thumb key B-flat (diciptakan dan dirintis oleh Briccialdi) standar. B foot joint, akan tetapi, adalah pilihan ekstra untuk model menengah ke atas dan profesional.

Suling open-holed, juga biasa disebut French Flute (di mana beberapa kunci memiliki lubang di tengahnya sehingga pemain harus menutupnya dengan jarinya) umum pada pemain tingkat konser. Namun beberapa pemain suling (terutama para pelajar, dan bahkan beberapa para ahli) memilih closed-hole plateau key. Para pelajar umumnya menggunakan penutup sementara untuk menutup lubang tersebut sampai mereka berhasil menguasai penempatan jari yang sangat tepat. Beberapa orang mempercayai bahwa kunci open-hole mampu menghasilkan suara yang lebih keras dan lebih jelas pada nada-nada rendah.

Suling konser pada sebelum Era Klasik (1750) memakai Suling Blok (seperti gambar atas), sedangkan pada sebelum Era Romantis (Era Klasik 1750-1820) pakai Suling Albert (kayu hitam berlubang dan dilengkapi klep), dan sejak Era Romantis (1820) memakai suling Boehm (kayu hitam atau metal dilengkapi klep semua yang disebut juga suling Boehm, sistem Carl Boehm), atau suling saja.
Khusus musik keroncong di Indonesia pada Era Stambul (1880-1920) memakai suling Albert, dan pada Era Keroncong Abadi (1920-1960) telah memakai suling Bohm.

23. Ukulele

Alat musik petik sejenis gitar berukuran kecil, sekitar 20 inci, dan merupakan alat musik asli Hawai ditemukan sekitar tahun 1879. Lihat pada Ukulele History [1], dan A little History of Ukulele [2]
Dalam musik keroncong menjadi alat musik utama dengan suara crong, crong, crong, sehingga musik asli Indonesia tersebut disebut keroncong sejak 1880.
Sejarah Ukulele

Di Hawaii (1879)
Konon Ukulele ditemukan di Hawaii tahun 1879, pada waktu itu suatu perjalanan imigran Portugis dari Madeira (Azores) dan Portugal melakukan perjalanan melalui Afrika Selatan ke Hawaii antara tahun 1878 hingga 1913 sebanyak 20.000 orang, salah seorang membawa gitar kecil yang disebut Braginho di Braga (Portugal) dan menjadi alat musik populer di Hawaii dengan ukuran yang lebih kecil, mudah dibawa dengan 4 snar saja, kemudian disebut Ukulele.

Di Indonesia (1880)
Pada tahun berikutnya, ukulele dibawa ke Palau Ambon, mampir ke Makassar, dan akhirnya menjadi alat utama musik Keroncong di Kampung Toegoe (Cilincing, Jakarta Utara).

Di Negara Lain
Biasanya band yang memainkan lagu Hawaiian, biasanya mereka memakai kostum Hawaii dengan kemeja kembang besar dan tari hula-hula wanita.

Jenis, Ukuran dan Penalaan
• Model soprano (standard)- Ukuran 33 cm - Tala g'c'e'a' atau a'd'f#'b'
• Model concert - Ukuran 38 cm - Tala g'c'e'a'
• Model tenor - Ukuran 43 cm - Tala g c'e'a', g'c'e'a', atau d'g b e'
• Model baritone - Ukuran 48 cm - Tala d g b e'

24. Gamelan

Ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong. Istilah gamelan merujuk pada instrumennya / alatnya, yang mana merupakan satu kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa gamel yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran an yang menjadikannya kata benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok di Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk ensembel. Di Bali dan Lombok saat ini, dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah gong lebih dianggap sinonim dengan gamelan.

Kemunculan gamelan didahului dengan budaya Hindu-Budha yang mendominasi Indonesia pada awal masa pencatatan sejarah, yang juga mewakili seni asli indonesia. Instrumennya dikembangkan hingga bentuknya sampai seperti sekarang ini pada zaman Kerajaan Majapahit. Dalam perbedaannya dengan musik India, satu-satunya dampak ke-India-an dalam musik gamelan adalah bagaimana cara menyanikannya. Dalam mitologi Jawa, gamelan dicipatakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka, dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana di gunung Mahendra di Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu). Sang Hyang Guru pertama-tama menciptakan gong untuk memanggil para dewa. Untuk pesan yang lebih spesifik kemudian menciptakan dua gong, lalu akhirnya terbentuk set gamelan.

Gambaran tentang alat musik ensembel pertama ditemukan di Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah, yang telah berdiri sejak abad ke-8. Alat musik semisal suling bambu, lonceng, kendhang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang digesek dan dipetik, ditemukan dalam relief tersebut. Namun, sedikit ditemukan elemen alat musik logamnya. Bagaimanapun, relief tentang alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula gamelan.

Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang kompleks. Gamelan menggunakan empat cara penalaan, yaitu sléndro, pélog, "Degung" (khusus daerah Sunda, atau Jawa Barat), dan "madenda" (juga dikenal sebagai diatonis, sama seperti skala minor asli yang banyak dipakai di Eropa.

Musik Gamelan merupakan gabungan pengaruh seni luar negeri yang beraneka ragam. Kaitan not nada dari Cina, instrumen musik dari Asia Tenggara, drum band dan gerakkan musik dari India, bowed string dari daerah Timur Tengah, bahkan style militer Eropa yang kita dengar pada musik tradisional Jawa dan Bali sekarang ini.

Interaksi komponen yang sarat dengan melodi, irama dan warna suara mempertahankan kejayaan musik orkes gamelan Bali. Pilar-pilar musik ini menyatukan berbagai karakter komunitas pedesaan Bali yang menjadi tatanan musik khas yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari.

from : - Wiki
read more >>

January 26, 2011

Sejarah Singkat Musik

Sejarah Musik, kadang-kadang disebut musikologi historis, adalah subfield yang memiliki beragam disiplin yang lebih luas dari musikologi yang mempelajari komposisi, kinerja, penerimaan, dan kritik musik dari waktu ke waktu. Studi sejarah musik adalah misalnya yang bersangkutan dengan kehidupan komposer dan karya, perkembangan gaya dan genre (seperti concerto barok), fungsi sosial musik untuk sekelompok orang tertentu (seperti musik pada pengadilan), atau mode kinerja pada tempat dan waktu tertentu (seperti kekuatan kinerja paduan suara Johann Sebastian Bach di Leipzig).

Secara teori, "sejarah musik" bisa menunjuk pada studi tentang sejarah jenis atau genre musik (misalnya, sejarah musik India atau sejarah rock). Dalam prakteknya, topik penelitian ini hampir selalu dikategorikan sebagai bagian dari etnomusikologi atau studi budaya, baik atau tidaknya yang berbasis etnografis .

Metode sejarah musik termasuk studi sumber (esp. studi naskah), paleografi, filologi (terutama kritik tekstual), kritik gaya, historiografi (pilihan metode historis), analisa musik, dan ikonografi. Penerapan analisis musik untuk tujuannya lebih sering merupakan bagian dari sejarah musik, meskipun analisis murni atau pengembangan alat-alat baru analisa musik lebih mungkin untuk dilihat dalam bidang teori musik. (Untuk pembahasan lebih rinci tentang metode lihat bagian tentang "Research in Music History") Beberapa produk intelektual sejarawan musik termasuk edisi dari karya musik, biografi dari komposer dan musisi lainnya, studi tentang hubungan antara kata dan musik , dan refleksi atas tempat musik di masyarakat.

Pedagogi

Meskipun sebagian besar pelaku instrumen klasik dan tradisional menerima beberapa instruksi dalam sejarah musik dari guru-guru di seluruh pelatihan mereka, mayoritas kursus sejarah musik formal banyak ditawarkan di tingkat perguruan tinggi. Di Kanada, beberapa siswa musik menerima pelatihan sebelum studi sarjana karena penelitian dalam sejarah musik (dan juga teori musik) diminta untuk melengkapi sertifikasi Royal Conservatory di tingkat Grade 9 dan lebih tinggi. Khususnya di Amerika Serikat dan Kanada, program universitas cenderung dibagi menjadi dua kelompok: satu jenis yang akan diambil oleh siswa dengan teori musik sedikit atau tidak ada atau kemampuan untuk membaca musik (sering disebut apresiasi musik) dan yang lainnya untuk lebih banyak siswa yang melek musik (sering mereka berencana membuat karir di musik).

Kebanyakan lembaga menengah dan besar akan menawarkan kedua jenis program. Kedua jenis program biasanya akan berbeda dengan panjang (satu sampai dua semester vs 2-4), luasnya (kursus musik banyak memiliki gelar yang dimulai pada akhir Baroque atau era klasik dan mungkin kehilangan musik setelah Perang Dunia II saat kursus untuk jurusan tradisional dalam periode span dari Abad Pertengahan untuk kali terakhir), dan kedalamannya. Kedua jenis program cenderung untuk menekankan keseimbangan antara perolehan repertoar musik (sering ditekankan melalui ujian mendengarkan), studi dan analisis dari karya-karya, biografi dan rincian budaya musik dan musisi, serta penulisan tentang musik, mungkin melalui kritik musik.

Seminar khusus dalam sejarah musik cenderung menggunakan pendekatan yang serupa pada subjek yang sempit sambil memperkenalkan lebih dari alat-alat penelitian dalam sejarah musik . Kisaran topik yang mungkin hampir tak terbatas. Beberapa contoh seperti "Musik selama Perang Dunia I," "Abad Pertengahan dan Renaissance untuk musik instrumental," "Musik dan Proses," "Mozart Don Giovanni." Di Amerika Serikat, seminar ini umumnya diambil oleh mahasiswa pascasarjana, meskipun di negara-negara Eropa mereka sering membentuk tulang punggung pendidikan musik sejarah.

Metode dan alat-alat sejarah musik adalah hampir sama banyak sebagai subyek dan karena itu membuat kategorisasi ketat yang hampir mustahil. Namun, beberapa kecenderungan dan pendekatan yang dapat dijelaskan di sini. Seperti di setiap disiplin bersejarah lainnya, sebagian besar penelitian dalam sejarah musik dapat dibagi menjadi dua kategori: yang menetapkan data faktual dan benar dan interpretasi data. Sebagian besar penelitian sejarah tidak jatuh ke satu kategori saja, melainkan menggunakan kombinasi metode dari kedua kategori. Juga harus dicatat bahwa tindakan menetapkan data faktual tidak pernah dapat sepenuhnya terpisah dari tindakan penafsiran.

Sumber studi.
Keinginan untuk mengkaji sumber-sumber musik yang paling dekat dengan komposer atau periode yang dihasilkan tersebut telah membuat naskah, arsip, dan studi sumber penting dalam hampir setiap bidang musikologi. Dalam era waal musik pada khususnya, studi naskah mungkin satu-satunya cara untuk mempelajari sebuah karya yang telah diedit. dari penelitian tersebut dapat menjadi rumit oleh karena kebutuhan untuk menguraikan bentuk-bentuk awal notasi musik. Studi Naskah juga dapat memungkinkan seorang peneliti untuk kembali ke versi dari suatu karya sebelum intervensi dari editor , mungkin sebagai dasar untuk edisi sendiri.

Pengerjaan pengarsipan dapat dilakukan untuk menemukan koneksi ke musik atau musisi dalam sebuah koleksi dokumen kepentingan yang lebih luas (misalnya, Vatikan membayar catatan, surat ke pelindung seni) atau untuk lebih sistematis mempelajari sebuah koleksi dokumen yang berkaitan dengan musisi. Dalam beberapa kasus, di mana catatan, skor, dan surat sudah didigitalkan, pekerjaan pengarsipan dapat dilakukan secara online. Salah satu contoh : untuk seorang komponis, bahan arsip yang dapat diperiksa online adalah Pusat Arnold Schoenberg.

Kinerja praktek banyak terjadi pada alat-alat musikologi historis untuk menjawab pertanyaan spesifik tentang bagaimana musik dilakukan di berbagai tempat dan berbagai waktu di masa lalu. Sarjana menyelidiki pertanyaan-pertanyaan seperti instrumen atau suara yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan tertentu, apakah tempo (atau tempo perubahan) yang digunakan, dan bagaimana (atau jika) ornamen yang digunakan. Meskipun praktek kinerja sebelumnya terbatas pada musik awal dari era Baroque, sejak tahun 1990, penelitian dalam praktek kinerja telah memeriksa era bersejarah lainnya, seperti bagaimana konser piano klasik era awal dilakukan, bagaimana sejarah awal pencatatan mempengaruhi penggunaan vibrato dalam musik klasik, atau instrumen yang digunakan dalam musik klezmer.

Studi biografi komposer dapat memberikan rasa yang lebih baik dari kronologi komposisi, pengaruh pada gaya dan bekerja, dan memberikan latar belakang penting bagi penafsiran (dengan pemain atau pendengar) karya. Dengan demikian biografi dapat membentuk satu bagian dari studi yang lebih besar dari nilai budaya, mendasari program, atau agenda kerja, sebuah studi yang memperoleh pentingnya peningkatan pada tahun 1980 dan awal 1990-an.

Studi sosiologis terfokus pada fungsi musik dalam masyarakat serta maknanya bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan. Para peneliti menekankan pentingnya sosialisasi musik (termasuk musik klasik) kadang-kadang disebut ahli musik baru.

Studi Semiotika yang paling konvensional tentang analis musik dilakukan bukan oleh sejarawan. Namun, penting untuk praktek semiotika musik - penafsiran makna dalam sebuah karya atau gaya - adalah situasi dalam konteks sejarah. Pekerjaan interpretatif dari cendekiawan seperti Kofi Agawu dan Lawrence Kramer antara analitik dan musik historis.

Sejarah

Sebelum tahun 1800
Yang pertama studi tanggal sejarah musik Barat kembali ke pertengahan abad ke-18. G.B. Martini menerbitkan tiga volume yang berjudul sejarah storia della musica (Sejarah Musik) antara 1757 dan 1781. [Martin Gerbert] menerbitkan dua volume sejarah musik suci berjudul De Cantu de musica Sacra pada tahun 1774. Gerbert mengikuti pekerjaan ini dengan bekerja pada tiga volume Scriptores ecclesiastici de musica Sacra berisi tulisan-tulisan yang signifikan pada musik suci dari abad ke-3 dan seterusnya pada tahun 1784.

1800-1950

Pada abad ke-20, karya Johannes Wolf dan lain-lain dikembangkan dalam studi musik Abad Pertengahan dan awal musik Renaissance. Tulisan-tulisan Wolf tentang sejarah notasi musik dianggap sangat penting oleh ahli musik. Musikologi historis telah memainkan peran penting dalam minat baru dalam musik Barok serta musik abad pertengahan dan Renaissance. Secara khusus, gerakan kinerja otentik berutang banyak pada beasiswa sejarah musicological . Menjelang pertengahan abad ke-20, musikologi (dan subfield terbesar dari musikologi historis) diperluas secara signifikan sebagai bidang studi. Saat ini jumlah jurnal musicological dan musik meningkat untuk menciptakan outlet lebih lanjut untuk publikasi penelitian. Dominasi beasiswa bahasa Jerman surut sebagai jurnal signifikan bermunculan di seluruh Barat, khususnya Amerika.

Kritik

Pengecualian dari disiplin dan musik

Dalam definisi yang paling sempit, musikologi historis adalah sejarah musik budaya Barat. Seperti definisi secara sewenang-wenang termasuk disiplin lain daripada sejarah, budaya lain dari Barat, dan bentuk-bentuk musik selain "klasik" ("seni", "serius", "budaya tinggi") atau dinotasikan ("buatan") - menyiratkan bahwa dihilangkannya disiplin, budaya, dan gaya musik / genre entah bagaimana mutunya. Definisi yang agak lebih luas menggabungkan semua humaniora musik masih menemui masalah, karena secara sewenang-wenang tidak termasuk (alam) ilmu yang relevan (akustik, psikologi, fisiologi, ilmu saraf, informasi dan ilmu komputer, sosiologi empiris dan estetika) serta praktek musik. Sub musicological-disiplin teori musik dan analisis historis musik telah juga agak gelisah dipisahkan dari definisi yang paling sempit musikologi historis.

Dalam musikologi historis, para sarjana enggan untuk mengadopsi pendekatan postmodern dan kritis yang umum di tempat lain dalam humaniora. Menurut Susan McClary (, 2000 hal 1285) disiplin dari "musik tertinggal dari seni lain, tetapi mengambil ide dari media lain hanya ketika mereka telah menjadi usang." Hanya di tahun 1990-an memang ahli musik sejarah, didahului oleh ahli musik feminis di akhir 1980-an, mulai untuk mengatasi isu-isu seperti jender, seksualitas, tubuh, emosi, dan subjektivitas yang mendominasi humaniora selama dua puluh tahun sebelumnya. Dengan kata McClary's (1991, hal 5), "Namun tampaknya hampir seluruh musikologi yang berhasil lulus,terlihat ajaib dari pra-ke postfeminism tanpa harus mengubah - atau bahkan memeriksa -. Cara nya" Selanjutnya, dalam diskusi mereka pada musikologi dan rock, Susan McClary dan Robert Walser juga mengalamatkan sebuah perjuangan kunci dalam disiplin musik : bagaimana musikologi sering "salah pengertian atas pertanyaan interaksi sosial-musik, bagian dari kebesaran musik klasik ini dianggap berasal dari otonomi dari masyarakat. " (1988, hal 283)

Pengecualian musik populer

Menurut, kritik terkuat (sejarah) musikologi adalah bahwa umumnya mengabaikan musik populer. Meskipun studi musicological musik populer telah sangat meningkat dalam jumlah baru-baru ini, pernyataan Middleton pada tahun 1990-yang paling utama "karya musikologi, teoritis atau historis, bertindak seolah-olah musik populer itu tidak ada". Akademik dan pelatihan konservatori biasanya hanya sebagai spektrum yang luas dari musik, dan banyak (sejarah) ahli musik yang " menghina dan merendahkan untuk mencari jenis produksi, bentuk musik, dan mendengarkan jenis musik yang berbeda 'musik klasik'.dan umumnya menemukan musik yang kurang populer "

Richard Middleton menyebutkan tiga aspek utama dari masalah ini (hal. 104-6). Terminologi musikologi historis lebih condong ke kebutuhan dan sejarah musik tertentu ('musik klasik')." Ia mengakui bahwa "ada kosa kata yang kaya untuk daerah tertentu [harmoni, nada suara, bagian tuisan tertentu dan bentuk-bentuk], penting dalam corpus khas musikologi", namun ia menunjukkan bahwa ada "kosa kata yang kurang untuk daerah yang berlainan irama [mengenai nuansa, gradasi, dan timbre], yang kurang berkembang dengan baik "dalam musik klasik. Middleton berpendapat bahwa sejumlah "istilah ideologis dimuat" dalam bahwa "mereka selalu melibatkan seleksi, dan sering tidak sadar dalam hal perumusan, konsepsi tentang apa itu musik."

Selain itu, ia mengklaim bahwa musikologi historis menggunakan "metodologi yang condong ke karakteristik notasi," 'centricity notasi' (Tagg 1979, hal 28-32). Akibatnya "metode musicological cenderung berlatar parameter musik yang dapat dengan mudah dinotasikan" seperti hubungan pitch atau hubungan antara kata dan musik. Di sisi lain, musikologi historis cenderung "mengabaikan atau mengalami kesulitan dengan parameter yang tidak mudah dinotasikan", seperti warna nada atau irama non-Barat. Selain itu, ia mengklaim bahwa "pelatihan notasi-sentris" dari sekolah musik Barat "menginduksi bentuk tertentu untuk mendengarkan, dan kemudian cenderung diterapkan ke semua jenis musik, tepat atau tidak". Akibatnya, siswa musik Barat dilatih dalam musikologi historis bisa mendengarkan lagu funk atau Latin yang sangat berirama kompleks, tetapi kemudian menganggapnya sebagai suatu karya musik tingkat rendah karena memiliki melodi yang sangat sederhana dan hanya menggunakan dua atau tiga akord .

Penulisan centricity juga mendorong "reifikasi : penilaian datang untuk dilihat sebagai musik adalah 'musik', atau mungkin dalam bentuk yang ideal." Dengan demikian, musik yang tidak menggunakan penilaian tertulis, seperti jazz, blues, atau musik rakyat, bisa turun ke tingkat yang lebih rendah statusnya. Selain itu, musikologi historis "ideologi yang condong oleh asal-usul dan perkembangan dari musik tertentu sebagai estetika Muncul pada saat tertentu, dalam konteks tertentu - Eropa abad 19, khususnya Jerman - dan di dekat asosiasi dengan gerakan dalam praktek musik dari periode yang terkodifikasi, sangat repertoar kemudian diambil oleh musikologi sebagai pusat perhatian. " Masalah-masalah terminologi, metodologi, dan ideologis mempengaruhi bahkan berpengaruh pada simpati musik populer. Namun, bukan "yang musikologi tidak bisa mengerti musik populer, atau bahwa mahasiswa musik populer harus meninggalkan musikologi".

read more >>